Post ini merupakan bagian dari blogging competition, Menjadi Gravitasi Dunia Bersama Smartphone Luna. Tulisan ini adalah contoh dari panitia dan tidak diperhitungkan dalam penjurian.
Gravitasi merupakan suatu gaya yang menarik semua benda ke inti bumi. Kekuatan tarikan gravitasi merupakan analogi yang sesuai ketika membicarakan trend yang kadang terjadi dalam sejarah umat manusia.
Terkadang, ada suatu momen ketika satu individu muncul dalam babak sejarah dengan daya tarik yang begitu kuat. Tidak percaya? Coba saja lihat contoh ekstrem yang paling mudah, Adolf Hitler. Coba lihat salah satu video rekaman pidato Hitler yang tersebar di internet. Untuk sesaat, Anda dapat mengintip kekuatan gravitasi yang menarik begitu banyak orang Jerman.
Dia adalah seorang orator yang penuh gairah, hal itu tidak dapat diperdebatkan. Veteran asal Austria tersebut menjadi kekuatan gravitasi yang bisa menarik semangat orang Jerman secara kolektif dan menariknya dalam satu tujuan besar.
Anda yang mengerti sejarang mungkin akan berpikir bahwa saya sedang membicarakan Great Man Theory, gagasan bahwa sejarah merupakan produk dari tindakan orang-orang yang kuat dan berkuasa. Anda tidak salah.
Analogi daya tarik gravitasi dalam sejarah
Menurut saya, ada babak-babak tertentu dalam sejarah ketika sejumlah kecil individu seakan mengendalikan arus hidup umat manusia. Namun, hal tersebut bukan berarti orang-orang ‘kecil’ tidak punya peran dalam sejarah. Pada nyatanya, setiap orang memiliki kekuatan gravitasi mereka sendiri. Dan, ada saatnya ketika daya gravitasi banyak orang menarik ke arah yang sama dan membuat suatu momen spesial dalam sejarah.
Lihat saja genjatan senjata antara Inggris dan Jerman pada Natal 1914. Di tengah Perang Dunia Pertama itu, komando tinggi Jerman memiliki rencana Von Schlieffen. Inti dari rencana tersebut adalah untuk meminimalisir dampak dari perang pada dua front (Inggris dan Perancis di barat, Russia dan Serbia di timur). Eksekusinya? Kalahkan satu front secepat mungkin sebelum front lainnya dapat melakukan mobilisasi total.
Dalam analogi gravitasi, pada masa tersebut, seluruh komando Jerman menarik pasukannya agar mereka bergerak setepat mungkin dengan jadwal. Ketika pasukan Jerman terlambat dalam mengambil alih kota Liège pada satu malam. Salah seorang staff komando, Eric Ludendorff bahkan langsung pergi ke lokasi untuk melihat keadaan.
Ludendorff yang merupakan staff kantor militer mengetahui bahwa ofensif Jerman tertahan karena banyak komandan yang meninggal. Apa ia memanggil pengganti untuk memecahkan masalah ini? Tidak. Yang ia lakukan adalah memimpin para pasukan yang kehilangan komandan mereka secara langsung. Ludendorff yang biasanya mengurus surat dan perencanaan di kantor langsung melompat ke medan perang. Saya rasa hal tersebut dapat menggambarkan kekuatan gravitasi yang menarik pasukan Jerman saat itu, setiap detik amatlah berharga.
Meskipun ada gaya gravitasi besar yang mendorong pasukan Jerman untuk terus maju, terkadang ada gaya gravitasi lain yang dapat melawannya. Gaya gravitasi ini berasal dari individu-individu di lapangan. Tentara-tentara insignifikan yang namanya tidak akan tercatat dalam sejarah.
Apa yang terjadi ketika sejumlah tentara berpikir ‘Saya tidak menginginkan perang ini dan saya rasa musuh saya juga merasa demikian’?
Gencatan senjata pada Natal 1914 adalah bukti kekuatan semangat kecil tersebut. Itu adalah satu-satunya momen dalam Perang Dunia Pertama ketika kedua pihak yang bermusuhan keluar dari parit mereka dengan pohon Natal seadanya sambil mengalunkan lagu-lagu perayaan.
Semangat perdamaian itu seakan menular di sepanjang front barat. Pasukan Inggris, Perancis, dan Jerman bertemu di tengah medan perang tanpa membawa senjata. Sebagian besar saling bertukar selamat Natal, sebagian bertukar makanan dan cindera mata dari negara masing-masing, sebagian bahkan melakukan usaha bersama untuk menggali kuburan bagi rekan-rekan di kedua pihak yang sudah gugur.
Mengagumkan, bukan? Di tengah gravitasi setiap negara yang menginginkan kemenangan dalam perang, sekelompok pasukan dengan semangat yang searah dapat melawan gravitasi tersebut. Pada nyatanya, semangat tersebut akan terus hidup hingga akhir perang.
Coba perhatikan karya literatur dan film yang beredar seusai era Perang Dunia Pertama. All Quiet on the Western Front, Johnny Got His Gun, Oh! What A Lovely War, semuanya menggambarkan semangat anti perang. Dan, ingat, semua hal tersebut diawali oleh sejumlah minoritas yang melawan semangat konflik oleh mayoritas.
Kekuatan gravitasi di tangan semua orang
Memang ada beberapa momen dimana alur sejarah seakan didikte oleh beberapa orang. Ya, mereka memang ibarat gaya gravitasi yang menarik dengan kuat seluruh umat manusia. Tapi, hal ini bukan berarti umat manusia yang lain tidak memiliki kekuatan. Sebaliknya, kita semua memiliki ‘gravitasi’ kita sendiri. Kita dapat mengeluarkan suatu semangat yang mempengaruhi lingkungan sekitar kita.
Secara pribadi, saya menggunakan ‘gravitasi’ ini untuk menyebarkan pembelajaran sejarah. Bukan pelajaran sejarah yang membahas tahun-tahun dan kejadian yang tidak dapat kita kaitkan dengan hidup kita sekarang ini, tapi sejarah yang ingin saya bahas adalah kejadian-kejadian dengan konteks dan maknanya bagi manusia.
Salah satu fungsi pelajaran sejarah adalah untuk tidak mengulangi kesalahan di masa lalu. Apa gunanya mempelajari sejarah bila yang kita dapatkan hanya: Ya, Hitler adalah orang gila yang kejam, jahat, dan sekali lagi Jerman membuktikan bahwa mereka adalah bangsa tidak berkemanusiaan?
Biar saya ceritakan satu hal. Ketika Perang Dunia Pertama berakhir terdapat suatu seruan yang diangkat oleh seluruh bangsa: Jangan lagi terjadi. Pemimpin kita adalah orang-orang bodoh. Bila para tentara yang menentukan diplomasi perang, maka semua orang akan meninggalkan senjata mereka dan memilih untuk hidup dalam kedamaian dan persahabatan.
Meskipun demikian, para pemimpin dunia seakan tidak belajar dari kesalahan masa lalu. Bila semua orang menginginkan kedamaian global, perjanjian Versailles di akhir perang sama sekali tidak menggambarkannya. Perjanjian itu mengantagonis bangsa Jerman, menjadikan mereka penjahat perang, dan menghukum mereka seberat mungkin. Kita tahu orang-orang seperti apa yang akhirnya terlahir dari kebijakan itu. Ketika kita merendahkan dan merampas harga diri dari suatu bangsa yang bangga, jangan heran kalau bangsa itu menciptakan orang-orang berpandangan ekstrem.
Berada di tengah sejarah
Ketika kita membicarakan sejarah, kita selalu memikirkan masa lampau – entah itu puluhan, ratusan, atau ribuan tahun lalu. Padahal, pada detik ini juga, kita ada di tengah proses terciptanya sejarah.
Coba lihat foto-foto yang diambil para koresponden berita. Anda tengah melihat suatu sejarah yang tengah berjalan. Sama seperti saya yang melihat dan memajang foto-foto dari 1 abad lalu, 1 abad di masa depan, mungkin generasi selanjutnya akan melihat foto-foto keadaan kita dan berkomentar mengenai cara kita mengambil keputusan.
Mempertimbangkan keadaan tersebut bisa jadi hal yang konyol, tetapi itu bukan hal yang mustahil. Itu amat mungkin terjadi.
Pesan akhir kata
Mengingat dua hal, kita ada di tengah proses pembuatan sejarah dan kita seharusnya belajar dari sejarah. Saya amat menghargai para fotografer yang menangkap kejadian masa kini dan tidak hanya sampai di sana, mereka juga menyampaikan pesan dalam hasil foto mereka.
Ingat analogi mengenai gravitasi di awal tulisan ini? Kita semua memiliki kekuatan untuk menentukan arus sejarah. Meskipun secara individu daya tarik kita mungkin lemah, kita dapat menciptakan trend positif yang kuat ketika kita mengusahakan hal tersebut bersama.
Entah Anda seorang fotografer, penulis berita, atau hanya sekedar blogger sejarah yang amat niche seperti saya, saya percaya kita semua memiliki ‘gravitasi’ tersendiri.
Pesan terakhir, bila Anda memiliki ketertarikan pada citizen journalism, dapatkah Anda mempertimbangkan Luna Smartphone sebagai smartphone pilihan Anda? Dengan kamera yang setara dengan iPhone 6, smartphone ini bisa saja menjadi media untuk memperluas daya gravitasi Anda, baik untuk menyebarkan semangat positif atau hanya sekedar mengekspresikan diri. Terutama berbicara mengenai citizen journalism, fitur seperti 4G dan kamera yang baik tentunya dapat membantu Anda dalam menangkap sejarah kita.
Sumber gambar: Huffington Post, Military History Now, drakegoodman, Belgian Tourist Office, A. C. Michael, Timeline, CaptainButtbeard, Times of Israel, The Nation
Wih keren
LikeLike
Terima kasih atas komentarnya, blog Anda yang membagikan informasi kepada publik juga keren.
LikeLike
kok adolf hitler sih? coba pakai luna maya… ^_^
LikeLiked by 1 person
Hahaha, saya senang menggunakan contoh ekstrem dalam tulisan saya. Secara pribadi saya merasa hal seperti inilah yang paling menyentuh emosi.
LikeLike
bagus sekali tulisan dan analoginya
LikeLike
Terima kasih telah membaca hingga akhir. Saya berharap Anda menikmatinya
LikeLike
wahh joss luar biasa, gravitasi promonya pas di ending, gak kerasa baca artikel berpesan khusus hehehe jozzz kopi hitamnya, salam
LikeLike
Hurrah! Salam kenal juga.
LikeLike
Cadas ini artikelnya!
LikeLike
waaw hebat,,,,
bagaimana cara anda membandingkan kekuatan gravitasi dalam sejarah dan mengukurnya kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan?
LikeLike
Pertanyaannya agak berat ya, haha. Saya hanya bisa bilang banyak membaca dan mengetahui peristiwa sejarah secara lebih mendalam agar bisa memiliki perspektif baru dalam memandang fenomena.
LikeLike