Bila Anda adalah seorang penggemar sejarah, Perang Dunia Kedua pasti pernah menjadi topik yang menarik perhatian Anda. Dalam babak sejarah tersebut, terdapat satu tokoh yang seakan mencuri seluruh sorotan utama media. Adolf Hitler.
Tokoh satu ini seakan memenuhi halaman sejarahnya dengan berbagai hal ekstrem. Salah satunya adalah memerangi hampir seluruh kekuatan besar di dunia internasional. Bahkan bila Anda tidak mendalami sejarah militer, tidak sulit untuk melihat mengapa gagasan tersebut tampak begitu bodoh. Berapa banyak sumber daya, baik manusia dan material, yang dimiliki Jerman? Bandingkan dengan sumber daya yang dapat dikumpulkan seluruh negara lawannya dalam Perang Dunia Kedua. Bahkan dari segi matematis hal tersebut tampak mustahil.
Mengapa ia begitu berani untuk mengambil keputusan militer tersebut? Mungkin, mungkin, ia berani melakukannya karena legenda pasukan Jerman yang tidak terkalahkan. Hitler pasti amat mengenal legenda tersebut. Bagaimanapun juga, ia adalah bagian dari pasukan legenda tersebut. Deutsches Heer, pasukan Kekaisaran Jerman yang membuktikan kegigihan dan ketangguhan mereka dalam laga Perang Dunia Pertama.
Di mata kita sebagai orang modern, mungkin legenda pasukan ini sudah dipudarkan oleh penerus mereka yang jauh lebih populer di media – pasukan Nazi dengan simbol swastika mereka. Pasukan Nazi memang memiliki daya tarik tersendiri. Taktik blitzkrieg mereka di front barat dan gerakan ofensif mereka yang mengejutkan pasukan Soviet di front timur masih menjadi topik pembicaraan, baik di forum online ataupun media dokumenter.
Tapi, sebelum pasukan populer tersebut lahir, bukankah pasukan Kekaisaran Jerman memukul mundur Rusia dari perang dengan operasi ofensif Riga? Dan, dalam perang yang sama, bukankah pasukan ini juga berhasil menahan gerakan ofensif raksasa Brusilov di front timur dan Somme di barat?
Kemalangan di awal perang
Ketika perang meletus, Jerman berada dalam situasi yang kian memburuk. Saat Austria-Hongaria menyatakan perang pada Serbia, Serbia mendapat dukungan aliansinya, si raksasa Rusia. Di lain sisi, Rusia juga memiliki pakta pertahanan dengan Perancis. Sebagai aliansi Austria-Hongaria, Jerman harus menghadapi ketiga negara tersebut.
Dengan sosok Napoleon dan kesuksesannya yang masih cukup segar di kenangan dunia, Perancis merupakan jagoan militer yang prestisius di masa itu. Lawan Jerman yang lain, Rusia, seringkali digambarkan sebagai mesin perang raksasa yang dapat melindas lawan-lawannya dengan kekuatan jumlah.
Bagaimana dengan Kekaisaran Jerman? Pada titik itu dia hanyalah suatu negeri yang baru berusia 40 tahun. Tidak dapat dibandingkan dengan Rusia atau Perancis yang telah memiliki identitas nasional selama ratusan tahun.
Itu adalah situasi di awal perang. Dan, keadaan akan makin memburuk bagi Kekaisaran Jerman.
Keadaan Jerman yang dihimpit oleh Rusia dan Perancis merupakan hal yang amat mencemaskan Staf Jenderal, bahkan sebelum perang dimulai. Tidak hanya itu, Perancis juga membangun benteng-benteng dengan teknologi tercanggih di sepanjang perbatasannya dengan Jerman.
Dalam skenario perang, tidak ada pilihan yang menguntungkan bagi Jerman. Bila Jerman menyerang Rusia, pasukan Rusia dapat melarikan diri dan bersembunyi di hamparan tanah Rusia yang begitu luas. Pasukan Jerman akan kelelahan dan kelaparan sebelum mereka dapat membuat terobosan. Bila Jerman menyerang Perancis, ia dihadapkan pada benteng pertahanan kuat.
Solusi mereka, kendati tidak realistis, adalah rencana Von Schlieffen. Secara sederhana, rencananya adalah untuk mengalahkan Perancis secepat mungkin sebelum Rusia dapat memobilisasi pasukannya secara maksimal. Dan, untuk menghindari benteng-benteng Perancis, rencana Von Schlieffen mencakup mobilisasi pasukan melalui Belgia.
Bila Anda menganggap pada titik ini situasi terlihat rumit, keadaan akan menjadi lebih rumit lagi. Hal itu karena Belgia juga memiliki perjanjian dengan Inggris. Belgia adalah negara netral dan bila diserang, Inggris harus mengirim pasukan untuk membelanya.
Ketika perang meletus di tahun 1914, Jerman bertaruh bahwa Belgia tidak akan melawan dan Inggris tidak akan campur tangan dalam konflik ini. Jerman tidak memenangkan kedua taruhan tersebut.
Ketika perang meletus, negeri yang baru berusia 40 tahun ini harus melawan tiga pemain utama di Eropa ‒ Perancis, Rusia, dan Inggris yang merupakan raksasa kolonial.
Semangat juang murni Kekaisaran Jerman
Ada satu kata yang rasanya layak digunakan untuk menggambarkan pasukan Jerman pada Perang Dunia Pertama, sisu. Sisu merupakan kata dalam bahasa Finlandia yang tidak dapat sepenuhnya diterjemahkan. Namun, gambaran paling dekat untuk kata tersebut adalah kekuatan untuk menunjukkan keberanian secara terus menerus di hadapan kesukaran dan kemalangan.
Perang Dunia Pertama merupakan suatu konflik yang unik. Ini adalah momen ketika kedua pihak dalam konflik memiliki teknologi militer abad-20. Ketika perang dimulai, seluruh pihak masih memiliki doktrin yang serupa dengan doktrin militer era Napoleon. Infanteri diharapkan untuk menembak dan menerjang lawan dengan pisau bayonet di moncong senapan. Kavaleri diharapkan untuk melakukan manuver di bawah tembakan artileri dan senapan mesin.
Minimnya pengetahuan akan apa yang terjadi ketika dua pihak dengan senjata modern bertemu adalah salah satu hal yang membuat Perang Dunia Pertama begitu mengerikan.
Pasukan-pasukan dengan seragam berwarna cerah dengan cepat menjadi sasaran berjalan. Sementara itu pecahan besi dari peluru artileri dengan bebas membabat para tentara dengan topi kain mereka. Pada awal perang, seluruh negara akan menemukan angka kematian yang membisukan mereka.
Sekitar satu abad sebelum momen ini, konon Napoleon Bonaparte mengejutkan para diplomat dengan mengatakan, “Kau tidak dapat menghentikanku, aku menghabiskan 30.000 orang dalam satu bulan.”
Dalam Perang Dunia Pertama angka tersebut menjadi berkali-kali lipat. Setiap negara dapat dengan mudah kehilangan 30.000 orang dalam jam-jam awal pertempuran. Namun, kengerian Perang Dunia Pertama tidak hanya terletak pada angka dan statistik yang meneror para pemimpin negara dan publik. Kehidupan parit yang identik dengan perang ini juga menjadi salah satu pengalaman manusia terburuk.
apa saja persiapan jerman dalam menghadapi peperangan??
LikeLike
Dalam Perang Dunia Pertama? Satu hal yang pasti, Jerman adalah negara yang paling siap militernya ketika PDI meletus. Satu hal yang perlu diingat ketika melihat Jerman di masa ini adalah dari segi perbatasan, negara mereka dikepung dari berbagai sisi oleh negara lain. Hal tersebut membuat Jerman merasa terancam dan memberikan kepentingan spesial pada masalah militer.
Seperti yang dikatakan di atas, mereka memiliki perencanaan Von Schlieffen dan layaknya orang Jerman yang mendetail, rencana tersebut sudah mencakup perkiraan jumlah tentara yang dibutuhkan untuk mengeksekusi rencana. Bersama jumlah tentara, para perencana juga telah menetapkan jalur dan jumlah transportasi yang dibutuhkan, jumlah perlengkapan dan senjata yang dibutuhkan, personil ahli yang dibutuhkan, dsb.
Tentu saja negara lain memiliki perencanaan perang juga (walaupun mungkin tidak sedetail Jerman). Namun, Jerman adalah salah satu negara yang mengeksekusi rencana mereka dengan amat baik. Berbeda dengan Rusia dimana dana senjata mereka dikorupsi dan usaha rekrutmen berjalan terhambat, Jerman sudah mempersiapkan segala sesuatu sesuai dengan rencana. Di satu sisi, ini bisa menjadi kritik bagi militer Jerman. Karena mereka memprediksi kemenangan atas Paris dalam 6 minggu, sejumlah persediaan (misalnya peluru artileri) memang hanya mencukupi untuk 6 minggu.
Salah satu bagian dari rencana Von Schlieffen adalah menyerang Perancis melalui Belgia, dimana Belgia memiliki rangkaian benteng paling canggih saat itu. Dalam prediksi komando Jerman, Belgia akan menyerah tanpa perlawanan (nyatanya tidak), namun militer Jerman tetap menyiapkan artiler berat yang mobile bila prediksi mereka salah. Nyatanya, Jerman merupakan satu-satunya negara dengan pasukan artileri berat yang mobile ketika PDI meletus.
LikeLike