Jauh dari konsepsi akan suatu doktrin militer yang kaku dan statis, sejarah militer dipenuhi akan contoh-contoh adaptasi dan perubahan dinamis dari berbagai belahan dunia. Budaya, geografi, dan berbagai faktor internal memang cenderung membentuk suatu doktrin militer ke arah tertentu. Di lain sisi, tantangan kekuatan militer dari luar akan memaksa upaya adaptasi tersendiri. Dalam kesempatan ini, mari kita melihat perubahan dalam sejarah militer Inggris (Britania).
Mungkin gambaran umum dari sejarah militer Inggris adalah pasukan zirah berkuda ala legenda Raja Arthur dan kesatria meja bundar. Pada kenyataannya, gambaran tersebut hanya satu fase dalam perubahan dinamis sejarah militer Inggris. Perubahan teknologi dan tantangan luar akan terus mengubah bentuk dominan militer.
Perubahan dalam Sejarah Militer Inggris ‒ dari kaum barbar Celtic hingga organisasi militer Renaisans
Bila Anda bertanya-tanya mengapa norma militer yang dominan di Britania mengambil bentuk tertentu dan dari mana akarnya bentuk tersebut, maka tulisan ini akan memberikan sejumlah pencerahan untuk Anda.
Kaum Celt dan okupasi Kekaisaran Roma (sekitar 800 SM hingga 400 M)
Jauh sebelum legenda Raja Arthur terlahir, tanah Britania didominasi oleh kaum Celt. Kita tidak tahu apakah kaum Celt ini berasal dari satu rumpun keturunan atau mereka hanya orang-orang yang berbagi budaya serupa. Seperti perkataan Herodotus lebih dari dua ribu tahun lampau, “Mengenai tanah Eropa di barat jauh, saya tidak dapat berbicara dengan kepastian.”
Kaum Celt bukanlah suatu bangsa yang bersatu secara terpadu, mereka gabungan dari berbagai orang atau suku yang menggunakan bahasa yang sama, meskipun memiliki dialek-dialek tersendiri. Para sejarawan menduga bahwa kehidupan sebagai Celt dipenuhi dengan persaingan antar kelompok dan membentuk kaum Celt sebagai orang-orang yang tangguh.
Dari segi teknologi, Celt memiliki dua hal yang perlu disorot. Kemampuan pandai besi mereka dalam membuat peralatan besi dan penggunaan chariot atau kereta kuda.
Dalam skenario perang, umumnya seorang tentara Celt akan menggunakan tombak bermata besi dan perisai dari kayu. Bagi pejuang Celt yang kaya, mereka akan memiliki pedang besi, helm dari perunggu, dan bahkan kereta chariot. Bila kaum Celt menggunakan baju cincin besi (chainmail) sebagai perlindungan, hanya akan ada segelintir kecil yang memilikinya. Sebagian besar Celt akan berperang dengan bertelanjang dada dan mengecat kulit mereka dalam pola tribal.
Dalam pertarungan, golongan Celt elite akan menggunakan chariot mereka untuk mendekati musuh secara cepat dan melemparkan lembing atau senjata proyektil lainnya. Selain sebagai media untuk mengganggu musuh, Celt juga menggunakan chariot sebagai media transportasi untuk menempatkan pasukan secara cepat.
Pada tahun 43 Masehi, Kaisar Claudius mengirimkan sekitar empat puluh ribu pasukan dalam kampanye Britania. Ini adalah awal mula dari okupasi Kekaisaran Roma yang akan bertahan hingga lebih dari tiga setengah abad ke depan.
Serangan dari Kekaisaran Roma yang jauh lebih maju menunjukkan berbagai kelemahan dalam militer Celt. Sebagai permulaan, Celt bukanlah satu bangsa yang bersatu padu. Dengan konflik antar kelompok, tidak heran bila sejumlah Celt berpihak pada pasukan Roma. Selain itu, berbeda dengan legiuner Roma yang bertarung dalam formasi dan memiliki disiplin militer, kaum Celt bertarung sebagai gerombolan tanpa komando yang terpadu.
Kaum Celt akan menerjang legiuner Roma dengan cat tubuh dan raungan intimidatif, namun legiuner yang profesional dan terlatih tidak akan mengacuhkan hal tersebut. Pejuang Celt yang tidak membawa perisai akan menjadi target empuk dari lemparan lembing Romawi (pila). Sementara itu, dalam pertarungan jarak dekat, perisai (scutum), helm, dan baju pelindung (lorica segmentata ataupun lorica hamata) yang dikenakan legiuner Roma akan memberikan sedikit celah untuk pukulan fatal. Di lain sisi, legiuner Romawi hanya perlu menggeser perisai mereka sedikit untuk menghantarkan tikaman dari arah bawah dengan pedang gladius mereka.
Sebagai kaum yang terpecah belah dan tradisional, kaum Celt tidak dapat melakukan adaptasi untuk menangani penjajahan Kekaisaran Roma dan membebaskan diri. Ini adalah akhir dari dominasi kaum Celt di tanah Britania. Babak selanjutnya dalam sejarah militer Inggris akan dibuka dengan kaum yang terbukti lebih mampu dalam adaptasi dan bahkan sering dianggap sebagai cikal bakal negeri Britania.
Keruntuhan Roma, awal dari dinasti Anglo-Saxon, dan invasi Danes (sekitar 410 hingga 1000)
Krisis pada Kekaisaran Roma Barat menandai akhir dari keberadaan kekuatan Romawi dalam sejarah militer Inggris. Hilangnya keberadaan Romawi juga berarti hilangnya sumber tertulis dalam babak sejarah Inggris ini. Tidak ada yang pasti mengenai keadaan Britania setelah legiuner Romawi pergi.
Namun, satu hal yang mutlak adalah kaum Anglo-Saxon menjadi kekuatan dominan di Britania. Anglo dan Saxon sendiri merupakan kelompok Jermanik yang bermigrasi dari benua Eropa.
Secara tradisional, sejarawan percaya bahwa Anglo-Saxon datang sebagai tentara bayaran yang didatangkan untuk mempertahankan sisa-sisa budaya Roma dari serangan Celt. Sayangnya, dalam jangka waktu singkat para tentara bayaran ini memutuskan untuk menguasai Britania demi kejayaan pribadi. Ada juga pemikiran bahwa Anglo-Saxon bermigrasi secara damai dan berasimilasi dengan orang-orang Britania sebelum akhirnya menjadi kekuatan dominan.
Berbeda dari kaum dominan yang terdahulu (Celt), dalam sejarahnya, kaum Anglo-Saxon menunjukkan kemampuan adaptasi yang lebih signifikan. Hal tersebut dapat terlihat ketika Britania mengalami krisis akibat serangan kaum Danes atau yang dikenal secara lebih populer dengan nama Viking.
Invasi kaum Viking di Britania diawali dengan serangan-serangan yang berasal dari laut dan sungai. Metode transportasi utama dari Viking adalah kapal (longboat) yang dapat bermanuver dengan cepat. Longboat merupakan salah satu kapal paling cepat, ringan, dan ramping yang pernah muncul dalam sejarah. Kapal tersebut dapat mencapai kecepatan 10 knot (sekitar 18 km/jam) dan memiliki awak sebanyak 30 sampai 50 orang.
Pada tahun 866 hingga 870, invasi Viking secara besar-besaran oleh Ivar The Boneless mengancam kekuasaan Anglo-Saxon di Britania. Lambung kapal longboat yang rendah memungkinkan kaum Viking untuk bermanuver lewat jalur sungai dan melancarkan serangan kejutan ke berbagai pemukiman.
Mobilitas Viking juga tidak terbatas ke daerah perairan. Di darat, pasukan Viking dengan cepat mengadopsi kuda sebagai sarana transportasi. Mereka mendapatkan kuda tersebut melalui pemerasan atau sekedar mencuri dan merampasnya dari pemukiman.
Dari segi individu tentara, Viking dan Anglo-Saxon tidak begitu berbeda. Tombak, perisai, pedang, dan kapak menjadi senjata pilihan bagi kedua kubu. Sama seperti tentara Roma yang dulu menghadapi Celt, kedua kubu juga bertarung dalam dinding perisai (shield-wall). Kendati demikian, kemampuan manuver Viking memberi mereka keunggulan yang begitu besar.
Pada tahun 869, Raja Edmund dari Anglia Timur tewas dalam pertempuran melawan Viking. Pada tahun 870, kaum Viking telah menguasai sebagian besar dari Kerajaan Mercia. Pada saat itu, rasanya seluruh Britania akan dikuasai oleh Viking dalam beberapa tahun saja. Namun, dominasi Anglo-Saxon di Britania akan terus berlanjut berkat Raja Alfred the Great dari Wessex.
Raja Alfred melakukan sejumlah adaptasi untuk menanggulangi mobilitas Viking. Pertama, ia mendirikan burhs, baik di lokasi baru atau di reruntuhan benteng Romawi. Burhs sendiri merupakan pemukiman yang dikelilingi oleh dinding dan garnisun. Satu dari setiap lima atau enam pria Wessex dibutuhkan untuk menjaga burhs ini. Ibukota dari Wessex sendiri, Winchester diperkirakan akan memiliki kekuatan garnisun sebesar 2.400 orang.
Keberadaan burhs yang mewarnai seluruh Wessex merampas unsur kejutan dari Viking. Dengan dinding pertahanan dan garnisun yang siaga setiap waktu, para Viking harus beralih ke taktik pengepungan jangka panjang bila mereka ingin menaklukkan burhs tersebut.
Kedua, Raja Alfred mendatangkan pembuat kapal dari Frisian untuk melawan longboat Viking. Raja Alfred meminta pembuatan kapal perang yang lebih besar dengan dek yang tinggi. Meskipun kapal-kapal besar tersebut terbukti tidak efektif dalam perairan dangkal dan lebih lamban, mereka tetap memegang perang dalam menanggulangi ancaman longboat Viking.
Ketiga, Alfred dan raja dari Mercia bekerja sama dan mengorganisir kelompok kecil orang dan pasukan berkuda untuk terus mengganggu pasukan Viking. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah pasukan Viking membagi kekuatan mereka dan menyerang berbagai posisi secara cepat seperti sebelumnya.
Untuk sementara bencana Viking sudah diredam hingga skala yang terkendali. Dalam babak sejarah militer Inggris ini, dominasi Anglo-Saxon masih dapat bertahan berkat kemampuan adaptasi mereka. Namun, dalam babak selanjutnya, tanah Britania harus mempersiapkan diri untuk melawan penjajah luar yang jauh lebih siap dan tangguh.