Sebelum manusia memproduksi tombak berbilah logam sebagai senjata massal infanteri, busur dengan anak panah kayu sudah menjadi pilihan ekonomis untuk urusan perang. Busur dan umban (sling) yang sudah digunakan sejak 10.000 SM adalah cikal bakal yang membentuk peran pemanah di medan perang. Dalam perkembangan teknologinya, pandai besi memperkenalkan lembing dan juga mata panah logam dengan berbagai bentuk yang membuat busur menjadi semakin mematikan.
Berlanjut ke topik terakhir kita pada pembahasan kavaleri, infanteri, dan pemanah, mari kita mengulas peran pemanah yang sesungguhnya dalam sejarah militer.
Catatan: dalam pembahasan ini saya membahas peran pemanah secara lebih luas. Kategori pemanah merujuk pada pasukan dalam bentuk apapun, entah itu penunggang ataupun infanteri, yang menggunakan senjata jarak jauh seperti umban, busur, lembing, ataupun busur silang (crossbow).
Peran Pemanah – Sebatas Pendukung Infanteri Atau Pencipta Kesempatan Strategis?
Peran pemanah yang paling umum dalam militer di zaman kuno adalah sebagai pendukung pasukan infanteri dengan menghantarkan tembakan secara tidak langsung. Formasi pemanah dalam jumlah besar biasanya diposisikan di balik badan utama tentara – pasukan infanteri. Dalam keadaan seperti itu, para pemanah menghantarkan tembakan mereka dengan cara melambungkan anak panah dalam salvo. Tentunya, tembakan yang dihantarkan dengan cara tersebut tidak memberikan kerusakan besar ataupun akurasi tinggi. Taktik tembakan salvo hanya efektif bila lawan yang dihadapi tidak memiliki baju pelindung dan perisai.
Alasan kenapa pemanah biasa ditempatkan di belakang dan meluncurkan tembakan melambung terletak pada sifat operasional mereka. Busur adalah senjata yang penggunaannya membutuhkan dua tangan. Oleh karena itu, para pemanah di zaman kuno tidak membawa perlengkapan seperti perisai yang dapat melindungi diri mereka.
Bila pemanah diposisikan di samping badan utama pasukan untuk menghantarkan tembakan langsung yang jauh lebih akurat dan mematikan, mereka menjadi rentan diserang oleh kelompok pemanah lain, kavaleri, ataupun infanteri. Tanpa perisai atau persenjataan dalam bentuk lainnya, pemanah di zaman kuno amatlah rentan terhadap serangan balik dari pemanah lain ataupun serangan langsung jarak dekat yang intens.
Dengan gambaran di atas, tidak mengherankan bila sejumlah orang menggunakan analogi permainan batu-gunting-kertas untuk menjelaskan dinamika kavaleri, infanteri, dan pemanah. Pemanah dapat menghantarkan serangan yang mematikan terhadap infanteri yang kecepatan pergerakannya terbatas, namun mereka amat rentan terhadap serangan balasan yang cepat. Sayangnya, gambaran tersebut kurang akurat bila kita melihat peran pemanah di sepanjang sejarah. Untuk mengerti peran pemanah yang lebih realistis, kita perlu melihat contoh kasus penggunaan pemanah dalam skenario-skenario nyata.
Peran pemanah untuk mengganggu, menipiskan formasi musuh, dan mengulur waktu
Dalam beberapa satuan militer, pasukan pemanah terkadang diposisikan paling depan. Para pemanah ini akan membuka pertarungan dengan menyerang pertama kali sebelum melarikan diri ke belakang badan utama pasukan. Salah satu contoh penggunaan tersebut dapat terlihat pada satuan pengumban (slinger). Proyektil yang dilontarkan oleh para pengumban ini dapat mencapai berat 10 ounce (0,28 kg) dan bisa terbuat dari material logam timbel, batu, ataupun tanah liat. Seperti yang dikatakan di atas, peran pasukan pengumban hanya terbatas pada bagian awal pertempuran, dimana mereka melemparkan proyektil pada musuh secara langsung dan melarikan diri ke belakang begitu pertarungan utama berjalan. Setelah fase awal pertarungan, para pengumban ini hanya berdiam diri hingga pertarungan berakhir.
Peran serupa, tapi dengan penggunaan lapangan yang jauh lebih fleksibel, dapat terlihat pada satuan velites dalam pasukan Republik Roma. Velites merupakan pasukan infanteri ringan yang terdiri dari warga Roma usia remaja atau dewasa muda. Mereka dipersenjatai dengan perisai bundar, sejumlah lembing, dan pedang pendek yang hanya digunakan dalam keadaan mendesak.
Mirip dengan pasukan pengumban, tugas velites adalah untuk melakukan pertarungan kecil (skirmish) dengan musuh sebelum kompenen utama pasukan Roma menyerang. Dalam melaksanakan tugas tersebut, para velites akan sibuk berlarian maju dan mundur selagi melemparkan lembing ke arah musuh. Selain menimbulkan korban ringan di pihak lawan, aktivitas velites tersebut juga dapat memenuhi beberapa peran lain.
Pertama, serangan velites akan membatasi gerakan musuh – mereka memperlambat laju pasukan utama lawan. Kedua, mereka dapat menghadang infanteri ringan lawan yang ingin mengganggu badan utama pasukan kawan. Ketiga, mereka dapat mengulur waktu sementara pasukan utama membentuk barisan dan juga formasi.
Begitu pertarungan utama dimulai, para velites dapat membantu untuk berbagai tugas lain seperti mengevakuasi korban luka-luka, membawakan persediaan/persenjataan tambahan ke barisan depan, ataupun dalam situasi genting mereka dapat membantu mengisi celah yang terbentuk pada formasi utama.
Di abad pertengahan, peran pemanah untuk mengganggu barisan lawan juga dapat terlihat pada pasukan crossbowman dan juga Kern, infanteri ringan yang menemani tentara bayaran Skotlandia, Gallowglass.
Kedua contoh yang muncul pada abad pertengahan ini juga mengemban peran pemanah yang pada dasarnya sama. Kern bertugas melemparkan proyektil (mereka dipersenjatai dengan busur pendek, lembing, ataupun umban) sebelum satuan Gallowglass yang berperawakan intimidatif menerjang lawan secara membabi buta.
Di lain sisi, pasukan crossbowman Eropa juga beraksi di garis depan, walaupun mereka memiliki karakteristik yang agak berbeda. Tidak seperti velites ataupun Kern yang berlarian di depan lawan, pasukan crossbowman abad pertengahan menetapkan barisan solid terlebih dahulu. Sebelum memulai serangan, crossbowman Eropa biasa mendirikan pavise mereka terlebih dahulu. Pavise merupakan perisai tinggi yang dapat didirikan di tanah atau dipegang oleh awak lain untuk melindungi para crossbowman dari serangan balasan.
Dari barisan mereka, pasukan crossbowman akan menembakkan anak panah secara langsung (tegak lurus ke arah lawan) hingga mereka diperintahkan untuk mundur. Biasanya, serangan crossbow tersebut dilakukan sebelum formasi kesatria berkuda dikirim untuk menerjang lawan. Dalam kasus tersebut, tugas utama dari crossbowman Eropa di abad pertengahan adalah untuk menggoyahkan kohesi formasi lawan.
Berperan sebagai kekuatan ofensif utama, sekaligus sebagai pasukan infanteri
Di antara berbagai satuan tentara yang mewarnai abad pertengahan, hanya sedikit yang dapat menyamai reputasi longbowman dari tanah Inggris. Norma militer umum menyatakan bahwa infanteri dan kavaleri berperan sebagai kekuatan ofensif utama dan pemanah berperan sebagai pendukung. Kendati demikian, Inggris di abad pertengahan memiliki doktrin militer yang amat berbeda.
Sejak pertengahan abad ke-14, jumlah pemanah dalam komposisi militer Kerajaan Inggris terus menanjak. Perbandingan pemanah dan infanteri perlahan-lahan berubah dari 1:1 hingga ke 7:1, 7 pemanah untuk setiap 1 men-at-arms. Peningkatan peran pemanah di Inggris juga terlihat dari catatan pengurus menara London yang merupakan gudang senjata kerajaan. Dari tahun 1353 hingga 1360, menara London memesan 24.000 ikat (sheaves) anak panah. Seikat anak panah terdiri dari 12 anak panah, menjadikan jumlah tersebut 288.000 anak panah. Pada tahun 1371 sendiri, pengurus menara London memesan 16.500 ikat anak panah. Jumlah tersebut terus meningkat dan di tahun 1421, menara London menerima lebih dari 35.000 ikat anak panah.
Di abad pertengahan akhir ini, teknik para longbowman sebagai pemanah boleh dikatakan mencapai kesempurnaannya. Berbeda dengan pemanah yang menembak dari belakang barisan atau mengambil posisi di depan sebelum mundur ke garis belakang, para longbowman mengambil posisi di sisi (flank) infanteri.
Anda mungkin ingat di poin awal bahwa pasukan pemanah cenderung rentan terhadap serangan frontal dari infanteri ataupun kavaleri. Para longbowman Inggris mengantisipasi hal tersebut dengan menetapkan barisan pasak berduri di depan formasi mereka.
Bila Anda termasuk orang yang skeptis, Anda mungkin akan mempertanyakan efektivitas dari barisan pasak berduri tersebut untuk menyelamatkan para pemanah Inggris dari amukan infanteri lawan. Dalam hal ini, Anda perlu mengkombinasikan hambatan pasak berduri tersebut dengan kemampuan dan juga jumlah massal para longbowman.
Seorang longbowman yang terlatih dapat melepaskan 1 anak panah setiap 10 detik dengan jarak maksimal 300 yards (274 meter). Untuk memberikan perspektif, hal itu berarti 5.000 orang longbowman dapat mengantarkan 30.000 tembakan dalam 1 menit. Posisi mereka yang berada di sisi infanteri memungkinkan mereka untuk menembak secara langsung ke arah lawan. Bahkan ketika berhadapan dengan men-at-arms yang mengenakan zirah lengkap, badai anak panah tersebut tetap berpotensi fatal.
Meskipun menutupi sebagian besar tubuh, baju zirah masih memiliki sejumlah titik lemah. Katakan saja lubang mata pada helm. Meskipun dibutuhkan akurasi tinggi untuk dapat memaksakan sebuah anak panah untuk menembus lubang mata, dengan intensitas tembakan longbowman, selalu ada kemungkinan bahwa sejumlah pemanah berhasil melumpuhkan infanteri berzirah dari kejauhan. Selain itu, dengan mengecilnya jarak antara target dan pemanah, akurasi dan tingat kekuatan anak panah yang diterima musuh juga akan meningkat.
Umumnya, para men-at-arms akan berusaha menghindari barisan longbowman dan pasak berduri mereka. Dengan intensitas dan akurasi tinggi, kemungkinan sebuah anak panah berhasil menembus titik lemah baju zirah (lubang mata dan bagian persendian) merupakan ketakutan nyata.
Ketika anak panah mereka habis, para longbowman Inggris dapat melancarkan serangan balasan sebagai infanteri ringan. Pada era ini, para longbowman membawa persenjataan yang cukup lengkap. Selain busur sepanjang 6 kaki yang merupakan senjata utama mereka, para longbowman juga melengkapi diri dengan helm besi, perisai logam kecil (buckler), pedang, martil, dan juga kapak. Dua perlengkapan terakhir mereka butuhkan untuk membangun barisan pasak berduri.
Tidak sulit untuk membayangkan sekelompok longbowman yang bekerja sama untuk melumpuhkan seorang men-at-arms. Dalam keadaan letih setelah berbaris beberapa ratus meter di bawah hujan anak panah, seorang men-at-arms dapat teralihkan perhatiannya oleh seorang longbowman yang menghadang dengan pedang dan perisai. Pada momen tersebut, longbowman lainnya dapat menghantam helm si men-at-arms dengan martilnya dari belakang. longbowman ketiga hanya perlu menggunakan pisau untuk menikam lawan mereka melalui lubang mata di helm.