Dalam topik kampanye militer, kita seringkali membahas soal pertarungan dramatis dan sepak terjang para tentara di dalamnya. Senjata apa yang mereka gunakan, taktik apa yang diterapkan para komandan, bagaimana pertarungan tersebut mencapai klimaksnya? Tentu saja, pertarungan brutal dalam jarak dekat dan segala detailnya menjadi tema yang amat emosional. Namun, dalam segi jangka waktu, hal tersebut hanya mencakup 1% dari gambaran hidup tentara.
Sebagian besar hidup tentara di era klasik dipenuhi dengan hal-hal biasa‒berbaris, mendirikan kemah, memikirkan soal makanan, dan kegiatan normal yang dilakukan oleh semua orang. Dalam satu sisi, 99% dari hidup tentara dapat terkesan membosankan dan tidak terdengar begitu menarik. Tapi, di sisi lain, kita masih perlu mengetahui hal tersebut bila menginginkan sebuah gambaran yang utuh. Lagipula, kehidupan seorang tentara amatlah berbeda dari kehidupan seorang warga biasa.
Daftar isi:
- Halaman 1 – rekrutmen, ransum militer
- Halaman 2 – perlengkapan, bawaan, kemah
- Halaman 3 – Peraturan, logistik
- Halaman 4 – luka dan cedera
Gambar Hidup Tentara Era Klasik‒Mulai dari Rekrutmen Hingga Keseharian dan Kesukaran Selama Kampanye Militer
Rekrutmen dan para individu yang membentuk tentara era klasik
Di era klasik, kebanyakan negeri menetapkan usia 17 tahun sebagai batas minimal untuk memasuki pelayanan militer. Dalam budaya Hittite dan Yunani, seorang laki-laki menjadi pejuang pada usia 17 tahun juga. Selama zaman Kekaisaran Roma, batas usia untuk bergabung ke dalam pasukan adalah 18 tahun, walaupun sebagian besar orang yang datang untuk bergabung memiliki usia 20 tahun.
Kapan, berapa lama, dan bagaimana seorang warga dipanggil untuk mengabdi dalam satuan militer amat tergantung dengan keadaan setiap negeri. Negeri yang memiliki kebutuhan militer minim hanya akan memanggil warganya untuk bertugas sewaktu-waktu saja‒ketika negeri tengah diserang atau ketika raja hendak melakukan kampanye militer ke luar. Banyak negeri yang menggunakan cara tersebut, contohnya: negara kota (city state) Yunani, Kerajaan Mesir di milenial ke-3 SM, begitu pula pada komunitas tribal seperti masyarakat Jermanik dan Goth.
Secara kontras, hampir seluruh militer di era klasik dibangun di atas personil wajib militer yang kurang terlatih dan korps petugas profesional. Kebanyakan dari petugas militer ini bertugas untuk seumur hidup, memiliki pendidikan tinggi, dan berasal dari kelas aristokrat. Pada kenyataannya banyak dari sejarah militer yang kita miliki saat ini berasal dari tulisan para petugas militer di era klasik seperti Xenophon, Josephus, dan Polibius.
Dalam kasus di atas, sebagian besar kekuatan militer terdiri dari orang-orang yang kurang terlatih dan tidak profesional. Mereka memiliki pekerjaan utama sebagai petani, pengrajin, ataupun tenaga kerja lainnya. Urusan militer hanyalah pekerjaan mendadak mereka. Lalu, apa yang mendorong suatu negeri untuk menciptakan pasukan yang lebih permanen? Kebijakan militer yang lebih galak, kebutuhan militer yang lebih intens.
Kombinasi antara sistem administrasi kompleks dan kebutuhan militer yang konstan pada umumnya akan menghasilkan durasi pelayanan militer yang lebih lama juga bagi para pasukan. Pada abad ke-24 SM, Kekaisaran Akadia terlibat dalam rangkaian perang yang terus menerus. Bahkan bila pasukan Akadia memulai karir mereka sebagai kekuatan wajib militer yang tidak terlatih, durasi tugas yang panjang akan menempa mereka menjadi pasukan veteran yang berpengalaman.
Di puncak kekuasaan mereka, Kekaisaran Roma juga terlibat dengan berbagai konflik secara terus menerus. Untuk memenuhi kebutuhan militer tersebut, seluruh pasukan Roma merupakan profesional yang bertugas selama 6 tahun.
Makanan dan ransum dalam gambaran hidup tentara masa lampau
Makanan yang paling banyak dikonsumsi di Eropa era klasik adalah serealia (cereal grain): gandum, gandum hitam, jelai, millet, oats. Produk dasar serealia tersebut dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan seperti roti, bubur, dan juga biskuit. Sementara itu, di India dan Cina, beras sudah menjadi makanan pokok selama berabad-abad.
Untuk kebutuhan protein, masyarakat zaman dulu mengandalkan tanaman kacang-kacangan seperti buncis, kacang polong, kacang lentil, dan kedelai. Selain itu, buah-buahan dan sayuran hijau juga menemani hidangan sehari-hari. Kira-kira, 90% dari asupan makanan warga sipil dan tentara di era klasik terdiri dari produk tanaman. Asupan makanan mereka yang terdiri dari produk binatang seperti daging dan terutama telur hanya mencapai angka 10%.
Pada masa-masa damai, pasukan biasanya ditempatkan dalam benteng ataupun kota berdinding. Sebagian besar pasokan makanan garnisun tersebut akan disediakan oleh pedagang dan petani lokal. Oleh karena itu, makanan sehari-hari para pasukan tidak akan jauh berbeda dari makanan warga sekitar tempat mereka ditugaskan berjaga.
Hal yang sama juga berlaku ketika pasukan melakukan mobilisasi di dalam perbatasan negara. Pergerakan tentara di daerah bersahabat biasanya dilakukan di sepanjang jalur komunikasi dan suplai. Negeri dengan organisasi yang baik akan memiliki gudang suplai di jalur-jalur strategis untuk menyokong mobilisasi itu. Assyria, Persia, dan Roma adalah contoh negeri yang mewajibkan pemimpin provinsi untuk menyediakan makanan pada tentara selama tentara tersebut berada dalam perbatasan provinsi.
Ketika pasukan berbaris di luar perbatasan negeri barulah mereka mengandalkan ransum yang bisa diangkut dalam kereta suplai. Serealia yang menjadi makanan utama tentara dapat bertahan hingga 10 tahun selama mereka disimpan dengan benar‒dijaga agar tetap kering, namun disimpan sedemikian rupa agar dapat menerima sirkulasi udara. Bila serealia ini terpapar udara lembap, jamur beracun (contohnya ergot) dapat mengontaminasi ransum dan membahayakan pasukan. Namun, bila disimpan secara benar, serealia dapat diproses menjadi makanan seperti roti, biskuit, ataupun roti keras yang bisa tahan selama berbulan-bulan.
Di luar serealia, ransum pasukan juga mencakup daging yang diawetkan dengan cara diasapi, digarami, ataupun direndam dalam larutan acar. Makanan dalam bentuk tanaman seperti wortel, bit, dan zaitun juga dapat diawetkan dengan larutan acar (cuka dan garam). Untuk ransum makanan dalam bentuk kacang-kacangan, para intendans (quartermaster) era klasik biasa mengawetkan mereka dengan cara dikeringkan.
Cara yang sama juga digunakan untuk mengawetkan ransum buah-buahan tentara. Biasanya, bagian tengah buah yang berisi biji akan disisihkan. Buah tersebut kemudian dikeringkan di bawah terik matahari dan dipadatkan ke dalam bentuk balok untuk memudahkan transportasi. Buah padat tersebut dapat dipotong-potong dan dibagikan pada tentara ketika mereka berbaris ataupun diikat dengan tali dan digantung pada ikat pinggang. Bagian tengah buah yang sebelumnya disisihkan dapat dimanfaatkan sebagai pengganti kayu bakar di tengah kampanye.
Dua asupan terakhir yang tidak boleh dilupakan oleh pasukan era klasik adalah anggur dan bir. Bila disimpan secara benar dalam kendi ataupun peti kayu, anggur dapat bertahan selama bertahun-tahun. Bahkan ketika disimpan dalam kantung kulit, anggur masih dapat bertahan untuk hitungan minggu. Di lain sisi, bir cenderung menjadi basi dalam hitungan hari. Oleh karena itu, bir biasanya tidak diangkut dalam kereta suplai. Sebagian besar bir dibuat oleh para tentara ketika mereka berkemah untuk beberapa hari lebih dan diminum tidak lama setelah produksi.
Di luar seluruh ransum di atas yang diangkut dalam kereta suplai, para tentara era klasik juga dapat menikmati pasokan makanan ekstra ketika mereka berhasil menjarah di daerah lawan. Itu adalah salah satu alasan mengapa kampanye militer biasanya dilakukan bersamaan dengan musim panen.
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa gambaran hidup tentara di tengah kampanye militer dipenuhi oleh asupan makan yang beragam. Apakah gambaran tersebut selalu benar? Sayangnya, tidak setiap saat suatu negeri dapat mempersiapkan ransum pasukannya secara maksimal. Kita juga masih memiliki bukti berupa catatan sejarah kontemporer yang menyatakan hal sebaliknya.
“Biarkan aku menceritakanmu kemalangan dari tentara… Dia bekerja hingga matahari tenggelam ke dalam kegelapan. Dia lapar, perutnya sakit, dia mati, namun masih hidup. Ketika ia mendapatkan ransum gandum, gandumnya buruk dan tidak dapat ditumbuk… Dia minum air setiap hari ketiga. Airnya bau dan rasanya asin. Tubuhnya penuh dengan penyakit. Musuh datang, mengepungnya dengan anak panah, dan nyawanya memudar. Ia diberi tahu: “Cepat maju, pasukan berani! Harumkan namamu sendiri!” Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tubuhnya lemah, kakinya tidak mau bergerak.” (Surat dari juru tulis kerajaan, Nebmare-nakht)
Walaupun surat tersebut kemungkinan besar melebih-lebihkan kemalangan dalam gambaran hidup tentara, hal tersebut masih memberikan kita deskripsi akan hidup yang keras. Di lain sisi, surat tersebut juga memberikan alasan mengapa seorang pemimpin perlu menyediakan ransum yang memadai untuk tentaranya.
Apa itu ransum militer ?
LikeLike